Sabtu, 09 Januari 2016

APBN dan DEFISIT ANGGARAN

Tahun 2015 yang telah berlalu ternyata menyisakan tantangan untuk tahun 2016 terkait dengan APBN. APBN kita yang dirancang selalu defisit (Belanja lebih besar dari Penerimaan) ternyata  dalam pelaksanaannya tidak mencapai target penerimaan khususnya penerimaan  perpajakan. Walhasil angka defisit bisa semakin membesar dibandingkan dengan angka  rancangan sebelumnya.

Yang sering menjadi pertanyaan khususnya bagi orang awam adalah, Mengapa APBN kita mengalami defisit. Jika dalam pelaksanaannya, APBN mengalami defisit, mungkin masih bisa diterima logika, barangkali ada hambatan di lapangan karena penerimaan pajak yang tidak sesuai target atau hal lain. Tetapi mengapa pada saat disusun, APBN sudah dirancang untuk defisit. Bukankah itu "besar pasak daripada tiang", dan itu bisa membuat negara terancam bangkrut. Tulisan ini akan sedikit membahas tentang pertanyaan tersebut.

Yang  perlu dipahami adalah bahwa penyusunan anggaran di sektor pemerintah dengan sektor swasta berbeda. Sektor swasta adalah profit oriented, sehingga tentu saja defisit adalah  sesuatu yang harus dihindari. Sementara itu sektor pemerintah adalah non-profit oriented dan bagaimana agar anggaran dibelanjakan dengan tujuan membuat rakyat sejahtera. Dalam ilmu ekonomi dijelaskan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi perekonomian melalui kebijakan fiskal yaitu dengan mengelola anggaran baik penerimaan maupun belanja. Tentu saja perekonomian dipengaruhi agar tetap dalam kondisi tumbuh secara stabil dan ujungnya adalah kesejahteraan rakyat.

Yang perlu dipahami selanjutnya adalah bahwa, dalam pengambilan kebijakan ekonomi ada pilihan-pilihan dan setiap pilihan ada kelebihan dan kekurangannya. Termasuk dalam hal ini adalah kebijakan pennyusunan anggaran dhi. APBN surplus atau defisit. Untuk negara berkembang pada umumnya memilih kebijakan defisit agar belanja bisa dirancang lebih besar untuk mencapai tingkat  pertumbuhan ekonomi tertentu. Belanja yang besar ini tidak diimbangi dengan penerimaan yang paling tidak sama tingginya dengan belanja sehingga menyebabkan defisit anggaran. Kebijakan defisit anggaran timbul karena adanya tujuan untuk menyejahterakan rakyat namun harus dibayar dengan adanya defisit anggaran. Dengan demikian anggaran defisit di sektor pemerintah adalah sesuatu yang lazim dan bukan sesuatu yang harus dihindari. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat pun menerapkan anggaran defisit. 

Indonesia sendiri saat ini menerapkan anggaran defisit. Meskipun anggaran defisit, diperbolehkan, tetap ada batasan yang harus dipenuhi. Menurut UU No.17/2003, batas maksimal defisit anggaran adalah 3% dari PDB. Selain itu defisit anggaran harus ditutup dengan pembiayaan. Pembiayaan dapat diperoleh melalui pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri. Pengelolaan hutang ini perlu dilakukan dengan baik agar defisit anggaran benar-benar berdampak pada kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain bisa dianalogikan bahwa defisit anggaran yang berkonsekuensi munculnya hutang luar negeri harus dikelola dengan baik agar tujuan awal yaitu mensejahterakan rakyat bisa tercapai.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa alasan mengapa APBN dirancang defisit sebagai berikut.
  1. Anggaran defisit dirancang karena belanja dirancang lebih tinggi untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi di titik tertentu yang diinginkan. belanja yang tinggi tidak diimbangi dengan sumber-sumber penerimaan khususnya di negara berkembang sehingga ditutup melalui pembiayaan. 
  2. Anggaran defisit juga disebabkan karena kurangnya sumber-sumber penerimaan dari suatu negara, khususnya negara berkembang. 
  3. Alasan lain adalah, penyusunan anggaran yang terkadang masih belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek efisiensi.

Alasan nomor 1 dan 2 adalah alasan pokok mengapa APBN dirancang defisit, sedangklan alasan nomor 3 adalah alasan yang sebenarnya bisa dikelola untuk diminimalkan agar setidaknya bisa mengurangi defisit anggaran.
 
Yang perlu menjadi perhatian dengan adanya defisit anggaran adalah bagaimana agar belanja pemerintah tersebut benar-benar dibelanjakan pada sektor-sektor yang memang berdampak besar pada kesejahteraan masyarakat sehingga "pengorbanan" berupa defisit anggaran akan mendapatkan berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu bagaimana mencari sumber pembiayaan untuk menutup defisit dan mengelolanya agar bisa menuju ke tujuan awal sebagaimana tersebut sebelumnya, yaitu "welfare state".





Tidak ada komentar:

Posting Komentar