Kamis, 23 Juni 2016

..."U J I A N"...


Ujian...sebuah kata, yang bagi sebagian orang adalah menakutkan. Ujian
dengan berbagai bentuknya..entah ujian kelulusan, ujian kenaikan kelas, ujian naik pangkat, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian sidang skripsi dan masih banyak bentuk ujian yang lain. Dulu ketika saya masih SD, katanya menjelang ada ujian Cawu (dulu nggak pake semester, tapi pake cawu), katanya saya seringnya sakit, entah flu atau panas. Padahal saya merasa nggak terbebani dengan adanya ujian, tapi nggak tahu kata Ibu saya dulu begitu, sering sakit menjelang ujian. Mungkin pikiran bawah sadarnya yang bilang bahwa ujian itu berat. Dan yang saya amati, pada beberapa training, beberapa peserta sering merasa terbebani dengan adanya ujian..takut gagal.

Ujian seperti UTS, UAS, kelulusan dan semisalnya akan memaksa orang untuk bisa melewatinya dengan segenap kemampuannya. Ini yang terkadang menjadi beban. Saya jadi ingat, dulu ketika sidang skripsi, ada salah satu mahasiswi yang juga bareng ikut ujian, sampe nangis-nangis karena terancam tidak lulus karena memang keliatannya tidak siap saat sidang skripsinya. Katanya, si mahasiswi ini sampai dibanding-bandingkan dengan mahasiswa lain (lebih tepatnya cowoknya) yang nilainya lebih bagus. Ya tambah nyeseklah, namanya juga wanita, ditambah dibanding-bandingkan gitu. Ini kayanya dosennya juga suka iseng menguji mental mahasiswanya.

Setelah sidang, salah satu dosen berkata. Dengan ujian yang waktunya, tempatnya dan materinya sudah pasti aja kalian masih suka ngeluh, masih merasa berat bahkan ada yang nangis-nangis. Bagaimana dengan ujian yang kalian tidak tahu kapan, dimana dan bentuknya seperti apa. Hidup di dunia ini pada hakikatnya penuh dengan ujian...kapan, dimana dan bagaimana bentuk ujian itu terkadang kita tidak tahu, Bahkan kadang kita tidak sadar bahwa kita ini sedang diuji...Kita bisa diuji dengan kemiskinan, kehilangan, kekecewaan...tapi ingat, kesuksesan dunia, kekayaan, kemewahan, itu bisa jadi adalah ujian bagi kita.

Hmmm, betul juga. Untuk ujian yang sudah tahu, waktu, tempat dan bentuk ujian saja, kita masih merasa berat, tapi kadang kita lupa dan tidak mempersiapkan ujian-ujian kehidupan dunia ini.

Jumat, 10 Juni 2016

...MAU DITARUH DI LAPAK YANG MANA?...




Pernah merasakan yang namanya "sego kucing"?. Kenapa disebut sego kucing? karena makanan ini lebih pantas disajikan kepada kucing karena porsi dan struktur menunya. Bagaimana tidak, nasinya cuma sedikit, ditambah potongan ikan bandeng sakmit plus sambel sakndulit. Dikemas dalam bungkusan dengan bungkusan koran atau kertas atau kadang daun pisang. Tapi justru sensasinya itu...apalagi kalau makannya di angkringan, plus ngobrol ngalor-ngidul sesama penikmat sego kucing. Wah bisa 3 porsi habis. Ditambah nyomot lauk-pauk yang lain, sama minum teh anget, wuih..manteb pokoknya.

Sekitar 2 atau 3 tahun yang lalu, waktu itu kebetulan saya masih menunggu  Ibu yang dirawat di RS, dan sego kucing menjadi salah satu alternatif menu untuk mengganjal perut. Harga 1 bungkus sego kucing pada waktu itu kalau nggak salah Rp. 1.500 dan ada yang Rp 2.000,. Harga segitu cukup merakyat apalagi buat saya yang hanya level staf jelata ini. 

Saat saya di bandara, eh...ternyata di dalam bandara juga ada yang jual nasi bungkus....mirip-mirip sego kucing gitu lah. Ketika melihat daftar harganya,,,waduh,,,ternyata Rp.8.000. Wee..lhadalah,,,langsung mlipir menyingkir. Namanya juga di bandara, pasti apa-apa mahal. Saya jadi ingat, dulu saat di bandara lupa tidak membawa air mineral dan benar-benar kehausan. Tidak ada pilihan selain mencuri....eh, membeli maksudnya. Dan terbelilah itu minuman dengan harga sekitar 5 kali lipat dari harga di luar bandara. Wow...

Memang, nilai atau harga barang tidak hanya dari kualitas barangnya saja. Tapi juga dipengaruhi di mana barang itu dijual. Di lapak yang mana barang itu ditaruh. Sego kucing, minuman, atau mungkin pakaian yang biasa dijual di emperan toko atau pinggir jalan, akan berbeda nilai ketika dijual di bandara. Tergantung lapaknya di mana. 

Pun demikian dengan harta kita dan amalan kita. Mau ditaruh di lapak yang mana?. Kalau kita punya duit 100 ribu. Nah mau ditaruh di lapak yang mana?..mau buat nongkrong di kafe? Kalau di situ mungkin  buat saksruputan atau sakklamutan makanan/minuman mungkin sudah habis, atau malah nggak cukup. Nah, pilihan lain ditaruh di lapak lain. Bisa dengan disumbangkan untuk pembangunan masjid, atau untuk membantu saudara kita yang tidak mampu atau untuk amal shalih lainnya. Tentu nilainya akan berbeda yang dibuat nongkrong di kafe sama yang disumbangkan ke jalan yang kedua tadi meski sama-sama 100 ribu. Allah akan mengganjar bahkan sampai 700 kali lipat untuk pilihan yang kedua.

Nah...balik lagi ke hidup adalah pilihan, mau ditaruh lapak yang mana, harta kita, amalan kita. Mumpung bulan ramadhan nih...sedang obral pahala, Sampeyan bisa memilih mau ditaruh di lapak yang mana harta sampeyan.










Kamis, 09 Juni 2016

PERMASALAHAN PEREKONOMIAN INDONESIA (1)

Suatu ketika saya melakukan survei kepada mahasiswa tentang apa permasalahan perekonomian Indonesia menurut mereka. Saya memberi tugas mereka untuk menyebutkan minimal tiga permasalahan perekonomian Indonesia. Hampir semua atau mungkin semua mahasiswa saya adalah mahasiwa tapi sekaligus sebagai karyawan. Mereka merasakan secara langsung dan bersentuhan dengan permasalahan ekonomi yang ada sehingga yang mereka tulis kemungkinan besar mewakili realita yang mereka hadapi.

Dengan responden kurang lebih 200-an mahasiswa, ternyata banyak sekali macam permasalahan perekonomian Indonesia versi mereka. Sebenarnya cukup menarik hal-hal yang mereka tulis, dan barangkali itulah yang mereka hadapi di dunia kerja. Permasalahan-permasalahan tersebut saya kelompokkan menjadi 19 permasalahan, yang akan sedikit saya bahas di sini. 

Saya coba urutkan permasalahan-permasalahan tersebut dari suara terbanyak. 

1. Kurangnya lapangan pekerjaan dan banyaknya pengangguran 
Ini adalah masalah klasik perekonomian khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Bisa jadi, responden benar-benar merasakan sulitnya mencari kerja, khususnya bagi lulusan SMA/SMK dan sederajat. Kurangnya lapangan pekerjaan menyebabkan banyaknya pengangguran. Hal ini juga disebabkan karena tenaga kerja yang kurang memenuhi syarat dan angkatan kerja selalu bertambah tiap tahun dan tidak diimbangi dengan pertambahan lapangan pekerjaan.

Data dari BPS menunjukkan bahwa pengangguran di tahun 2010 s.d 2014 menunjukkan kisaran 6 s.d 7 persen dengan trend menurun. Namun demikian perlu diwaspadai adanya krisis global tahun 2015 yang bisa menimbulkan pengangguran karena beberapa perusahaan mulai mem-PHK karyawannya.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar pertumbuhan angkatan kerja dapat diimbangi oleh peningkatan lapangan kerja. Berarti perlu kreativitas dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini perlu ditanamkan kepada masyarakat bahkan sejak usia dini. Tentang bagaimana membentuk mental seorang enterpreneur atau membangun mental pengusaha. Ini penting untuk mengurangi mind set bahwa setelah lulus kuliah saya harus melamar pekerjaan. Jika semua lulusan kuliah berpikir setelah lulus mencari lapangan pekerjaan, wah...bisa repot. Paling tidak ada sebagian kecil yang bisa berkreasi menciptakan lapangan kerja untuk mengimbangi terus meningkatnya jumlah angkatan kerja.

2. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme 
Nah...ini dia masalah akut di negeri ini. Sampai ada yang bilang bahwa korupsi adalah budaya. What???...padahal pengertian budaya sendiri adalah merupakan cara hidup yang digunakan sekelompok masyarakat yang diturunkan dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya....lantas manusia macam apa yang cara hidupnya adalah memakan uang rakyat. Namun, faktanya...eh, entah fakta itu hanya oknum ya,...Berita yang bersliweran di media lebih banyak menayangkan pejabat yang korupsi, dari pada pejabat yang amanah, yang jujur dan memimpin dengan sukses. Barangkali ini juga yang mempengaruhi kita bahwa sebagian besar pejabat itu korupsi kecuali bisa dibuktikan lain....Berat nian jadi pejabat di negeri ini...tapi anehnya banyak yang berminat juga.

Lantas apa kaitan korupsi dengan perekonomian?. Korupsi akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Misalnya: suatu perusahaan, ingin mengurus surat perijinan, oleh oknum petugas yang harusnya melayani perijinan, malah ditarik biaya yang mahal dan bukan biaya yang semestinya. Namanya pengusaha, Biaya itu akan membebankan biaya pungli itu ke harga barang yang akan dijual. Pun demikian dengan biaya-biaya pungli lainnya. Artinya harga barang yang dijual akan dipatok lebih mahal gara-gara pungutan tidak resmi atau karena pengurusan izin yang panjang.

Mungkin ada aparat yang beralasan, ah...itu perusahaan asing atau perusahaan besar, kita palakin aja,,,eh..jangan salah, biaya itu akan masuk di harga..walhasil harga barang jadi lebih mahal...yang kena siapa, konsumen alias rakyat juga. Itulah salah satu contoh ekonomi biaya tinggi. Kalau itu terjadi pada pengusaha lokal, walhasil daya saingnya bisa rendah orang mereka pasti  akan pasang harga tinggi untuk menutup biaya-biaya untuk memenuhi keinginan "makhluk nggragas" alias para koruptor atau punglier.
 
3. Kesejahteraan dan tingkat upah buruh/karyawan

Nah ini juga yang menjadi dilema dalam perekonomian Indonesia. Di satu sisi, kesejahteraan buruh/karyawan/pegawai harus diperhatikan di mana salah satunya adalah dengan menerima upah yang layak. Nah kata "layak" ini yang dalam persepsi antara buruh dan pengusaha sering atau bahkan selalu berbeda. Buruh tentu ingin penghasilan yang tinggi, tapi di sisi pengusaha, penghasilan bagi buruh tersebut adalah sebuah biaya. Biaya yang bisa mengurangi penghasilan dari pengusaha itu sendiri. Dalam ekonomi liberal, tarif upah itu secara ideal akan ditentukan oleh pasar. Bagaimanapun upah tenaga kerja adalah harga jasa dari tenaga kerja. Dan secara mekanisme pasar itu akan terbentuk dengan sendirinya. Namun demikian, dalam praktiknya hal itu tidak serta merta bisa terjadi dengan sendirinya karena berbagai hal. Oleh karena itu, pemerintah biasanya ikut campur tangan dengan menetapkan Standar Upah Minimal.

Memang tenaga kerja tidak hanya masalah terserap atau tidak, tetapi bagaimana dengan kualitas tenaga kerja itu sendiri. Pengusaha juga akan berat jika tenaga kerja yang tidak berkualitas harus dibayar mahal. Jika sudah seperti ini, berarti perlu ada standar kualitas tenaga kerja. Standar ini berarti terkait erat dengan pendidikan sebelumnya baik dari sekolah, perguruan tinggi, maupun lembaga pendidikan non-formal. 

4. Kemiskinan
Kalau ini saya rasa kita sepakat. Kita sepakat bahwa kemisikinan adalah masalah dalam perekonomian. Ilmu ekonomi dipelajari untuk mengatasi kelangkaan barang/jasa untuk memenuhi kebutuhan. Dengan kata lain untuk mengatasi kemiskinan. Bahkan tujuan negara kita sendiri adalah negara yang maju, berdaulat adil dan makmur. makmur disini dapat dikatakan lawan dari miskin. Nah, yang jadi pertanyaan menarik adalah, definisi miskin itu sendiri apa. Dalam kondisi apa seseorang disebut miskin.
 
5. Kenaikan harga barang khususnya sembako
Ini memang menjadi salah satu permasalahan dalam ekonomi, yaitu kenaikan harga barang khususnya barang kebutuhan pokok. Jika kita perhatikan, naiknya harga barang pokok memang suatu keniscayaan, atau sesuatu yang tidak bisa kita hindari di negeri kita ini. Maksud disini adalah kenaikan secara wajar. Karena faktanya nilai uang sering berjalannya waktu semakin menurun. 

Coba kita lihat. Zaman saya masih SD dulu, tahun 90-an, gorengan satu cuma 25 perak. Bahkan dulu uang jajan cuma 50 perak, 100 perak udah kebanyakan. Ya itu dulu pada awal tahun 90-an saat negara kita belum terkena krisis ekonomi. Bahkan kalau ditarik lebih lampau lagi mungkin uang 5 rupiah atau 1 rupiah masih sangat berharga. Nah..kita lihat sekarang...mungkin duit seribu hanya untuk 1 biji gorengan. Itupun di tukang gorengan kelas pinggir jalan. Berapa uang jajan anak sekolah sekarang? cukupkah sepuluh ribu?....Ini menggambarkan bahwa seiring berjalannya waktu akan terjadi kenaikan harga alias nilai uang yang makin turun. Namun kenaikan harga yang semacam ini dalam perekonomian tidak dipermasalahkan karena kenaikan ini masih diimbangi dengan kenaikan daya beli dari masyarakat. Dengan kata lain, naiknya harga tapi kalau masih mampu membeli berarti tidak mengapa. Dengan demikian, kenaikan harga yang perlu diperhatikan adalah kenaikan yang tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat alias berkurangnya kemampuan daya beli masyarakat. Di Indonesia, kenaikan harga ini sering sekali dipicu oleh adanya kenaikan harga BBM, atau untuk komoditas tertentu (seperti daging, bawang,dll) dipicu oleh adanya kelangkaan komoditas tersebut yang bisa karena gagal panen atau adanya permainan dalam jalur distribusi.

 
6. Nilai rupiah terhadap dollar yang tidak stabil
Di era Orde Baru, pemerintah menetapkan kebijakan kurs tetap, sehingga nilai rupiah terhadap dollar stabil. Pada masa Orde Baru juga, ditetapkan kurs mengambang dengan batas tertentu denga tujuan nilai kurs lebih stabil dalam tarif tertentu. Namun kedua kebijakan ini memerlukan cadangan devisa yang cukup besar. Hingga akhirnya setelah era reformasi, kebijakan kurs menggunakan kebijakan kurs mengambang. Kebijakan ini menyebabkan nilai rupiah terhadap dollar sangat tergantung dari permintaan dan penawaran kedua  mata uang tersebut.

Memang untuk saat ini, perdagangan dunia lebih banyak menggunakan mata uang yang dominan seperti dollar, euro, atau yuan. Mata uang tersebut biasanya cukup dominan dan mempengaruhi mata uang negara-negara berkembang seperti Rupiah. Hal yang perlu diperhatikan adalah menjaga kestabilan nilai rupiah dalam titik keseimbangan pasar mata uang. Dalam hal ini, peran besar dari BI untuk menjaga agar nilai rupiah tetap stabil, sekaligus menjaga kepercayaan pelaku pasar. Berkaca dari krisis tahun 1997 yang dimulai dari ketidakpercayaan pemerintah dalam mengendalikan nilai kurs rupiah terhadap dollar.

7. Perijinan birokrasi yang berbelit-belit dan kebijakan yang kurang pro rakyat miskin
Solusi dari permasalahan ini adalah, bagaimana pemerintah bisa membuat kebijakan dan regulasi yang mempercepat dan menyederhanakan proses birokrasi khususnya bagi perkembangan dunia usaha. Sebenarnya saat ini, perbaikan-perbaikan proses dan pelayanan telah dan sedang dilakukan untuk mempermudah dan meningkatkan perkembangan dunia usaha. misalnya dengan adanya Pelayanan Satu Pintu, Perijinan via Online, tender pemerintah via online, KTP seumur hidup dan yang lainnya.
Yang perlu diperhatikan adalah terkadang terjadi tumpah tindih wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait perijinan usaha. Ini sebenarnya adalah efek samping dari diberlakukannya otonomi daerah. Tujuan dari otonomi daerah  sendiri bagus namun perlu ada koordinasi dan garis batas yang jelas tentang pembagian wewenang antara pusat dan daerah.
  
8. Lemahnya daya saing

Jika kita bicara lemahnya daya saing, tentu tidak sepenuhnya benar-benar lemah. Terdapat beberapa komoditas dari Indonesia yang laku keras di pasar domestik bahkan internasional. Yang menjadi permasalahan adalah, jenis komoditas apa yang memiliki daya saing dan sampai kapan kita akan bertahan terutama di era pasar bebas seperti ini. Daya saing di sini bukan hanya produk saja, tetapi juga kualitas sumber daya manusia, termasuk tenaga kerja dan kewirausahaan di situ. daya saing ini yang kelihatannya perlu dibenahi.
Khusus produk industri di Indonesia, selama ini kita sebagian besar masih mengekspor berupa bahan baku, lalu kita mengimpor lagi barang setengah jadi untuk kita impor jadi barang jadi. Ini yang mungkin perlu dipikirkan agar kita juga memproduksi barang-barang antara, yang bahan bakunya bisa kita peroleh dengan mudah.
Daya saing disini ada 2 hal yang perlu digarisbawahi, yaitu, efisiensi dan kualitas. Perlu kualitas baik SDM, proses dan produk. Efisiensi bisa dibantu oleh pemerintah dengan membuat iklim usaha yang kondusif dan menghindari ekonomi biaya tinggi, sepertinya banyaknya retribusi, pungutan dll. 
 

9. Kesenjangan  
Kesenjangan atau ketimpangan ini tentu dilihat dari penghasilan atau secara makro bisa dilihat dari PDRB antar daerah. Sejak zaman saya masih kecil dulu memang terlihat mulai ada ketimpangan khususnya Indonesia wilayah Barat khususnya Jawa dengan wilayah-wilayah laih khususnya Indonesia Timur. Selain wilayah barat dan timur, ketimpangan juga bisa dilihat masing-masing individu
Dalam teori pertumbuhan ekonomi neoklasik, terjadinya ketimpangan adalah proses yang wajar dalam pembangunan ekonomi. Dalam jangka waktu yang panjang, ketimpangan itu akan berkurang pada level kesejahteraan yang meningkat. Jadi ketimpangan/kesenjangan itu adalah suatu proses.
Namun demikian, itu dilhat dari sisi ekonomi. Dari sisi politik, dari sisi sosial, ketimpangan bisa menjadi penghambat dari pembangunan ekonomi itu sendiri. Oleh karena itu, mengejar pertumbuhan ekonomi penting, tetapi pemerataan pembangunan itu juga hal yang tidak kalah penting.  


10. Pemborosan dalam pengelolaan keuangan negara 
Nah, ini memang perlu pembahasan khusus, jika berbicara tentang pengelolaan keuangan negara. Reformasi pengelolaan keuangan negara ditandai dengan adanya tiga UU tentang keuangan negara yaitu UU No.17/2003 yang mengatur tentang keuangan negara, UU No.1/2004 yang mengatur tentang perbendaharaan negara dan UU No.15/2004 tentang bagaimana pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
Namun demikian beberapa kasus korupsi masih terjadi. Itu baru korupsi, lalu bagaimana dengan kerugian negara karena kelalaian atau karena pemborosan?. Disini kita lihat, berapa anggaran kunjungan kerja/studi banding ke negara-negara Eropa atau perjalanan dinas lainnya? apakah itu diperlukan?
Jadi pada intinya ada 2  hal. Apakah proses penganggaran dan belanja keuangan negara telah mencerminkan kebutuhan dan ada skala prioritas, dan apakah uang negara yang dibelanjakan telah memperhatikan aspek ekonomi, efisien dan efektivitas.

Sebenarnya ada beberapa permasalahan lagi, yang mungkin bisa dibahas di postingan selanjutnya. Adapun permasalahan-permasalahan itu adalah:
  • Kekurangan modal 
  • Permasalahan perpajakan 
  • Rendahnya pertumbuhan ekonomi 
  • Kemampuan dalam mengelola sumber daya alam 
  • Ketidakpercayaan pada SDM dalam negeri 
  • Jalur distribusi yang sulit dan kurangnya sarana infrastruktur 
  • Permainan harga komoditas tertentu 
  • Otonomi daerah tidak efektif
  • Koperasi kurang digalakkan