Jumat, 17 Februari 2017

PEMERIKSAAN BPK DAN PENGADAAN BARANG/JASA

Tulisan ini akan membahas sedikit tentang hal-hal di luar pengadaan barang/jasa namun masih terkait erat dengan pengadaan barang/jasa. Beberapa ahli pengadaan barang/jasa menyebutnya sebagai "ekosistem pengadaan barang/jasa". Salah satu hal yang terkait dengan pengadaan barang/jasa adalah audit, atau jika dalam konteks keuangan negara, lebih lazim disebut pemeriksaan. Yang melakukan pemeriksaan keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang biasa disebut BPK. Berhubung pengadaan barang/jasa pemerintah menggunakan APBN dan/atau APBD, sementara APBN/APBD merupakan bagian dari keuangan negara, maka mau tidak mau, pengadaan barang/jasa pemerintah akan berurusan dengan BPK untuk diperiksa.

Nah, yang akan dibahas di sini adalah tentang jenis-jenis pemeriksaan BPK dan kaitannya terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah.

Jenis-Jenis Pemeriksaan BPK
Menurut UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terdapat 3 jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK yaitu:
  1. Pemeriksaan Keuangan
  2. Pemeriksaan Kinerja
  3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu 
Lalu apa kaitannya dengan pemeriksaan terhadap pengadaan barang/jasa? Yang jelas ketiga jenis pemeriksaan tersebut dapat diterapkan terhadap pengadaan barang/jasa namun dengan beberapa perbedaan khususnya perbedaan tujuan dari pemeriksaan. 

Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (pasal 4, UU 15/2004). Dalam pemjelasan UU tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan ini dilakukan BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
Poin penting di sini adalah: pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah, pemberian opini dan tingkat kewajaran informasi dalam laporan keuangan pemerintah. Jadi pemeriksaan keuangan oleh BPK, yang menjadi objek adalah laporan keuangan. Fokusnya adalah tingkat kewajaran informasi dalam laporan keuangan dan outputnya berupa opini atas laporan keuangan. Opini BPK sebagaimana kita tahu adalah WTP, WTP dengan paragraf penekanan suatu hal, WDP, Tidak Wajar, Tidak Memberikan Pendapat.

Lalu apa kaitannya dengan pengadaan barang/jasa?
Pemeriksaan keuangan berfokus pada tingkat kewajaran informasi dalam laporan keuangan, dan bukan kebenaran mutlak seratus persen. Dengan demikian angka-angka dalam akun-akun dalam laporan keuangan diyakini kewajarannya bukan kebenarannya secara mutlak

Lalu akun-akun apa saja yang biasanya terkait dengan pengadaan barang/jasa? Biasanya tidak jauh dari akun belanja modal dan belanja barang. Akun yang berkaitan tentu adalah akun aset tetap dan akun persediaan. Pemeriksa BPK dalam laporan keuangan biasanya berfokus pada tujuan eksistensi (keberadaan aset, baik modal maupun barang), tujuan completeness (memastikan bahwa semua transaksi sudah tercatat dengan lengkap) dan yang tidak kalah penting adalah bagaimana pengendalian internal terhadap akun-akun tersebut.

Pengadaan barang atau konstruksi yang sifatnya belanja modal dan nilainya cukup besar (material), biasanya akan ditelusuri apakah nilainya benar-benar wajar, pengadaan fiktif atau bukan, lalu prosesnya sudah sesuai dengan peraturan atau belum. Jika terkait persediaan, selain melakukan cek fisik di gudang persediaan, biasanya pemeriksa akan menelusuri pengendalian keluar/masuk persediaan untuk mendeteksi adanya persediaan yang tidak tercatat, tercatat lebih atau sengaja dihilangkan. 

Secara ringkas, pemeriksaan keuangan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa berfokus pada 3 hal: kewajaran angka dalam laporan keuangan (termasuk keberadaan suatu barang fiktif atau tidak dan kelengkapan pencatatan barang), pengendalian internal dari pengelolaan barang, dan bagaimana kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Nah..di awal-awal tahun seperti ini, pemeriksa BPK umumnya melakukan pemeriksaan keuangan baik pemerintah pusat, Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah. Jenis pemeriksaan ini adalah bersifat mandatory dan harus dilaksanakan.

Pemeriksaan Kinerja  
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas (Pasal 4, UU 15/2004). Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan, dan untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.

Jika dikaitkan dengan pengadaan barang/jasa, maka pemeriksaan kinerja bisa diarahkan untuk memeriksa apakah penggunaan keuangan negara/daerah untuk pengadaan barang/jasa telah dilaksanakan secara ekonomis dan efisien serta mencapai sasaran. Konsep efisiensi dan efektivitas ini juga selaras dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa yang di antaranya adalah prinsip efisien dan efektif. Dengan adanya pemeriksaan ini, diharapkan muncul rekomendasi agar proses pengadaan barang/jasa pemerintah lebih efisien dan efektif.

Namun, BPK saat ini masih sangat jarang untuk mengambil pengadaan barang/jasa sebagai objek khusus untuk pemeriksaan kinerja. Yang sering dilakukan untuk pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa adalah jenis pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan dengan tujuan tertentu. 

Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu 
Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu, atau sering disingkat PDTT adalah pemeriksaan dengan tujuan khusus di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Sederhananya, jika ada pemeriksaan yang tidak masuk dalam pemeriksaan keuangan, maupun kinerja, berarti masuk ke jenis pemeriksaan ini. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan. Contoh dalam pemeriksaan ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.

Jenis pemeriksaan inilah yang biasanya sering digunakan untuk memeriksa pengadaan barang/jasa secara mendalam. PDTT yang sering digunakan dalam pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa biasanya lebih ke arah compliance audit atau pemeriksaan yang lebih fokus pada ketaatan pada peraturan yang berlaku. Lalu bukankah dalam pemeriksaan laporan keuangan juga fokus pada ketaatan peraturan juga..apa bedanya? Yang membedakan tentu tingkat kedalaman dan lingkup pemeriksaan. Jika dalam pemeriksaan keuangan, yang diperiksa adalah akuan-akun dalam laporan keuangan dan pengadaan barang/jasa sebagai salah satu bagian dari lingkup tersebut, dan bisa jadi tidak terlalu dalam dalam pemeriksaannya. Sementara dalam PDTT, fokusnya memang pada proses pengadaan barang/jasa tersebut sehingga pemeriksaannya bisa lebih dalam dan mendetail.

Karena, pemeriksaannya lebih mendetail, maka proses pengadaan mulai dari RUP sampai penyelesaian kontrak akan diperiksa. Tidak jarang akan muncul temuan yang mengharuskan setor ke kas negara, indikasi kerugian negara bahkan indikasi tipikor. Untuk Tindak Pidana Korupsi dalam pengadaan barang/jasa biasanya melalui pemeriksaan investigatif dan melalui proses penghitungan kerugian negara terlebih dahulu.

Jika dilihat di lapangan, memang masih sedikit praktik pemeriksaan kinerja yang spesifik atas pengadaan barang/jasa. Yang lebih banyak adalah PDTT yang berfokus pada ketaatan terhadap peraturan, dan pemeriksaan keuangan namun jika dalam pemeriksaan keuangan dalam konteks memeriksa akun belanja barang, belanja modal dan aset dalam laporan keuangan.

Berikut ini adalah tabel perbandingan jenis pemeriksaan BPK dan kaitannya dengan pengadaan barang/jasa untuk memudahkan memahaminya.