Sabtu, 09 April 2016

TENTANG PENCITRAAN


Saya jadi inget dengan kata-kata guru bahasa Indonesia dulu saya waktu SMP. Beliau berkata, jika ingin TOP, jadilah POT. Maksudnya gimana?...jika ingin terkenal, maka berusahalah untuk selalu dilihat orang, nah biar dilihat orang tentu harus di posisi yang strategis untuk dilihat. Pot itu biasanya tempatnya selalu di depan, entah di halaman atau di teras rumah. Hmm..betul juga..bagaimana mau terkenal jika posisinya di belakang tak pernah kelihatan orang.  Jika ingin TOP jadilah POT.

Barangkali ini juga sering diterapkan sama para calon-calon anggota dewan yang terhormat ataupun calon-calon pemimpin daerah. Yang awalnya nggak pernah muncul, nggak pernah ngomong, tiba-tiba gambarnya langsung terpasang di sudut-sudut wilayah, udah saingan sama coper boy atau coper grel majalah. Dan kadang dibumbui dan kata-kata pemanis, penyedap, penggurih, pokoknya yang nikmat-nikmat deh. Nah nanti kalau tidak terpilih, biasanya sosok juga akan menghilang dengan sendirinya, dan nanti akan muncul 5 tahun lagi untuk pilihan lagi, kalau masih punya modal hehehe...Mungkin dia lupa bahwa pot di depan itu juga bisa kehujanan, kepanasan, ditabrak kendaraan, dll

Yang ingin terpilih, posisi mesti di depan agar terkenal. Yang sudah terpilih pun perlu juga di posisi depan dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa pemimpin sering memanfaatkan media untuk membuat dirinya, dan tentu kinerjanya agar lebih dikenal masyarakat sehingga lebih mudah mendapatkan dukungan dalam menjalankan programnya. Sampai ada istilah pencitraan, dimana istilah pencitraan ini lebih berkonotasi negatif karena hanya ajang membangun image saja. 

Istilah pencitraan ini kelihatannya mulai ngetrend saat jaman Pak SBY menjadi presiden dulu. Mulai mendengar ada istilah pencitraan. Istilah tersebut semakin terkenal saat Pak Jokowi mulai dikenal publik saat menjadi gubernur DKI dan akhirnya sekarang menjadi RI 1. Memang sulit untuk menyatakan bahwa si anu melakukan pencitraan belaka. Tapi yang jelas, entah pencitraan entah tidak, si tertuduh tadi pasti akan menjadi lebih terkenal. Lebih terkenal memang tidak harus dengan pencitraan, tapi dengan tampil di depan, tampil di media, itu akan membuat makin terkenal. Dan itu adalah keniscayaan di era saat ini, di era demokrasi, dimana semuanya berhak untuk menjadi pemimpin..bahkan yang pernah tersandung masalah KKN pun juga masih bisa mengajukan diri menjadi pemimpin.

Kita lihat dari pemilu baik parlemen maupun pemilu presiden kemarin...ada beberapa calon yang didukung oleh kekuatan media. Bahkan takjarang media ini menjelekkan calon rival demikian sebaliknya. Nah dengan kondisi seperti ini, rakyat yang harus benar-benar cerdas menilai. Bagaimana sepak terjang calon-calon pemimpin itu. Jangan sampai tertipu dengan adanya suatu pencitraan.  

Memang tidak gampang, menilai suatu aktivitas itu sebagai suatu pencitraan atau bukan. Apalagi ketika sudah terpilih menjadi pemimpin. Di era sekarang, perlu keterbukaan. Nah sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang pemimpin, maka  perlu semacam laporan kepada publik, bahwa sebagai seorang pemimpin telah melakukan ini dan melakukan itu dan hasilnya adalah ini dan itu. Jika tidak ada koar-koar nanti dianggap tidak bekerja, dan siap-siap aja nanti diserang  sama pihak oposisi.Sehingga sekarang mulai muncul istilah "birokrasi narsisisme". Melakukan kunjungan kemana, foto-foto, upload sosmed, atau muncul di berita. Ini akan bagus jika ada yang dihasilkan dari kunjungan itu. misalnya setelah kunjungan ke daerah tertentu, maka diambil keputusan membangun pusat kreasi UMKM daerah tersebut, atau kebijakan-kebijakan lailn yang benar-benar berasa manfaatnyta bagi masyarakat. Bukan sekadar narsisnya saja.

Yang mungkin  bisa dirasakan saat menilai itu suatu oencitraan adalah tingkat ke-lebay-an saat muncul di media atau seringnya tampil di publik. Ketika sering muncul di media, tetapi hasilnya tidak ada sama sekali, maka besar kemungkinan itu hanyalah pencitraan belaka. Bagaimanapun juga tolok ukur keberhasilan bukan masalah bagaimana tampilannya, atau gayanya, atau caranya, atau mungkin sering tidaknya dibahas di sosmed, tapi bagaimana pemimpin bisa menginspirasi bawahannya untuk mengawal program-program sampai program itu berhasil. Jika suatu program berhasil, rakyat sejahtera, secara alami media akan datang untuk meliputnya...dan tidak perlu banyak koar-koar dulu. 

Intinya, pemanfaatan media dalam menjalankan program bagi seorang pemimpin itu bisa penting bahkan dalam kondisi tertentu sangat diperlukan, karena bisa mendapatkan dukungan untuk mempermudah menjalankan program. Selain itu bisa sebagai bentuk pertanggungjawaban dari seorang pemimpin kepada publik. Tapi jika hanya diniatkan untuk pencitraan belaka, maka takutnya terjerumus dalam 2 hal: jika yang disampaikankan benar, maka hati-hati nanti terjatuh ke mengungkit-ungkit kebaikan, dan apabila yang diinfokan salah (ini yang lebih ngeri), bisa terjatuh ke perbuatan pembohongan publik. Sekali lagi kembali pada niat masing-masing. Mau menyampaikan sebagai bentuk tanggung jawab, mau pamer, atau  mau membohongi publik.



"LANGIT TAK PERNAH BERKATA BAHWA DIA TINGGI
TAPI SEMUA ORANG TAHU LANGIT ITU TINGGI"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar