Saya pernah mendapatkan sebuah kiriman Whattsap dari seorang kawan. Isinya tentang percakapan antara seorang guru dengan muridnya. Saya sudah agak lupa detail percakapannya, tetapi kurang lebih adalah Sang guru menanyakan kenapa sang murid tidak lagi rajin seperti dulu, mengerjakan tugas, setor hafalan, bahkan mulai jarang hadir di kelas. Kurang lebih dialognya seperti ini.
Guru
: Wahai Muridku, kenapa
akhir-akhir ini engkau jarang hadir di majelis? Hafalan juga
jarang setor, PR juga jarang dikerjakan. Ada apa gerangan dengan dirimu?
Murid: Ya..syaikh...maaf..akhir-akhir ini
saya benar-benar sibuk. Pekerjaan di tempat kerja sedang padat-padatnya. Bahkan takjarang saya lembur sampai malam. Di akhir pekan, saya maksimalkan untuk bertemu keluarga. Jadi
tidak sempat untuk datang belajar apalagi untuk menghafal dan mengerjakan tugas. Demikian syaikh, mohon dimaklumi.
Guru
: Wahai muridku....Tidak apa-apa,
itu adalah pilihan yang engkau telah ambil. Hanya saja, menurutku, engkau
bukannya tidak sempat. Tetapi engkau lebih memprioritaskan hal lain daripada untuk belajar...Itu
saja....jika engkau mengutamakan pelajaran ini, tentu engkau akan lebih memilih
hal ini dari pada harus lembur, atau bisa menyediakan sebagian waktu di akhir
pekanmu atau tetap berusaha untuk menyempatkan diri untuk hal ini.
Cerita di atas memberi pesan bahwa tidak sempat itu hanya sebuah alasan saja. Seseorang tidak sempat karena memang menganggap sesuatu itu tidak penting dibandingkan yang lain sehingga dia tidak sempat melakukannya. Mungkin ada yang pernah mengalami atau mungkin sering menghadapi beberapa hal yang harus diselesaikan, dan dia harus memilih untuk menyelesaikan sebagian dan meninggalkan yang lainnya. Dan biasanya alasannya adalah "tidak sempat". Tidak sempat karena memang bukan prioritas.
Misalnya seorang karyawan merangkap mahasiswa. Dia harus bekerja, belum kalau lagi sibuk-sibuknya di tempat kerja. Di sisi lain dia mesti berkutat dengan banyaknya tugas kuliah. Belum harus meninggalkan waktu buat main sama teman-temannya, jalan sama pasangan, atau waktu berkumpul buat keluarga. Hidup adalah pilihan, dan kadang kita harus dipaksa untuk memilih mana yang lebih prioritas dan mana yang kurang prioritas. Dan ketika kuliah yang jadi kurang prioritas, alasannya adalah tidak sempat. Bukan sesuatu yang pasti buruk, karena itu pilihan masing-masing. Semua tergantung dari apa yang dia prioritaskan.
Pernah saya mendapati seorang mahasiswi yang sudah hamil 9 bulan masih sempat mengikuti ujian. Itu kalo tiba-tiba lahiran saat lagi ujian apa nggak repot ya....Dan pernah pula saya dapati mahasiswa dengan wajah pucat dan badan masih lemes tetap nekat mengikuti ujian. Ternyata habis sakit tipes. Saya menyarankan ikut ujian susulan saja, biar lebih fit dan hasilnya lebih optimal, tapi kekeuh ga mau. Nah...bisa jadi, ujian bagi mereka itu adalah prioritas, sehingga dalam kondisi apapun harus sempat.
Saya jadi inget, pas saya masih kecil dulu kalau tidak salah pas kelas 2 atau 3 SD. Saya adalah penggemar yang namanya wayang kulit. Mungkin memang sejak dari kecil, dikenalkan dan dibiasakan dengan hal itu. Dulu pas ada tetangga punya hajatan hiburannya wayang kulit, Saya nonton pagelaran wayang kulit mulai dari jam 1 malam sampai selesai kurang lebih pas subuh. Padahal paginya ada ujian....entah itu mungkin kalau bahasa anak sekarang hal yang absurd. Tapi ya begitulah adanya. Saya lebih memproritaskan nonton wayang kulit daripada belajar. Mungkin kalau anak sekarang ada yang lebih memilih main Play Station pas besoknya ujian, atau memilih nonton di bioskop padahal besoknya ujian, karena mungkin filmnya memang lagi bagus. Lagi-lagi ini masalah prioritas.
Itu dalam ujian dan perkuliahan. Lalu bagaimana dengan seorang muslim yang tidak sempat shalat, atau tidak sempat shalat berjamaah...,bahkan tidak sempatnya itu rutin alias konsisten kecuali hari Jumat siang. Atau tidak sempat bersedekah, tidak sempat mengunjungi dan berbuat baik pada orang tuanya, bahkan untuk berdo'a pun tidak sempat. Jangan-jangan hal-hal tadi memang bukan prioritas. Dikalahkan oleh hal-hal lain yang lebih menjadi prioritas. Semua tergantung maisng-masing orang. Nilai-nilai apa yang dia pegang, orientasi hidupnya ke mana, dan ujungnya adalah sebuah pertanyaan besar..."Apa yang kita cari di dunia ini?".
Nah, sebentar lagi bagi yang muslim, kita akan kedatangan bulan yang agung, bukan penuh berkah, penuh ampunan, bulan obral pahala. Adakah yang akan tidak sempat shalat berjamaah tepat waktu...tidak sempat bersedekah...tidak sempat mengkhatamkan membaca Al Qur'an minimal satu kali....tidak sempat shalat malam.....apalagi tidak sempat puasa..... Semua lagi-lagi tergantung apa yang kita prioritaskan dan akan berujung pada apa yang mau kita cari di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar