Ini masih dalam pembahasan tentang pihak-pihak dalam PBJ. Jika sebelumnya adalah pembahasan tentang PA/KPA dan PPK, sekarang pembahasan tentang pihak yang berperan dalam memilih penyedia barang/jasa yaitu Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Pejabat Pengadaan (PP). Tulisan ini akan membahas apa itu ULP, apa itu Pejabat Pengadaan, apa bedanya, apa saja persyaratannya, dan apa tugas dan wewenang mereka. Selain itu juga akan disinggung sedikit tentang beberapa kesalahan yang dilakukan oleh ULP/PP yang tidak jarang menjadi temuan auditor bahkan ada yang sampai berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APH) yang bisa berujung ke hotel prodeo.
Apa itu ULP?
Menurut Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya, ULP adalah unit organisasi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, dimana ULP bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Jika melihat definisi ini, sebenarnya saya merasa agak janggal. Mengapa?... Dalam definisi disebutkan bahwa fungsinya adalah melaksanakan pengadaan barang/jasa. Padahal fungsi pokok ULP adalah memilih penyedia barang/jasa, baik melalui pelelangan/tender atau dengan metode yang lain. Artinya wewenang ULP secara lingkup lebih sempit dibandingkan dengan definisi ULP yang cukup luas. Sebenarnya lebih pas jika diganti menjadi Unit Pemilihan Penyedia Pengadaan Barang/Jasa. Tapi ya sudahlah, itu nanti biar para perumus kebijakan yang memikirkannya. Entah ULP yang diperluas wewenangnya agar sesuai dengan definisi atau definisinya yang diubah menyesuaikan dengan wewenangnya.
Berbeda dengan PPK, Pejabat Pengadaan atau PPHP yang ditetapkan oleh PA/KPA, ULP dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi. Secara struktur ULP minimal terdiri dari Kepala ULP, Kelompok Kerja ULP (Pokja ULP) dan Sekretariat. Fungsi pemilihan penyedia melekat pada Pokja ULP. Anggota Pokja ULP berjumlah gasal paling kurang tiga. Hal ini berguna ketika dalam memutuskan sesuatu diperlukan voting sehingga ada keputusan yang diambil.
Apa itu Pejabat Pengadaan?
Pejabat Pengadaan adalah personel yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung dan E-purchasing. Definisi ini sudah mendekati dari apa yang menjadi tugas dari pejabat pengadaan, meskipun dari namanya adalah pejabat pengadaan. Seakan-akan dia adalah seorang pejabat yang berwenang memutuskan apapun terkait pengadaan barang/jasa. Padahal tidka demikian. Secara fungsi dia mirip dengan ULP, yaitu memilih penyedia barang/jasa dan secara lebih khusus lagi adalah pada metode pengadaan langsung, penunjukan langsung dan e-purchasing.
Persyaratan ULP dan Pejabat Pengadaan
Berikut ini adalah beberapa persyaratan bagi ULP maupun pejabat pengadaan.
Secara sederhana, ULP dan pejabat pengadaan berperan dalam proses pemilihan penyedia sebagaimana dalam gambar berikut.
Dalam proses pemilihan penyedia, terdapat langkah-langkah lebih detail yang merupakan tugas dan wewenang dari ULP maupun pejabat pengadaan. Berikut ini adalah beberapa tugas dari ULP, khususnya Pokja ULP dan pejabat pengadaan.
Apa itu ULP?
Menurut Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya, ULP adalah unit organisasi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, dimana ULP bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Jika melihat definisi ini, sebenarnya saya merasa agak janggal. Mengapa?... Dalam definisi disebutkan bahwa fungsinya adalah melaksanakan pengadaan barang/jasa. Padahal fungsi pokok ULP adalah memilih penyedia barang/jasa, baik melalui pelelangan/tender atau dengan metode yang lain. Artinya wewenang ULP secara lingkup lebih sempit dibandingkan dengan definisi ULP yang cukup luas. Sebenarnya lebih pas jika diganti menjadi Unit Pemilihan Penyedia Pengadaan Barang/Jasa. Tapi ya sudahlah, itu nanti biar para perumus kebijakan yang memikirkannya. Entah ULP yang diperluas wewenangnya agar sesuai dengan definisi atau definisinya yang diubah menyesuaikan dengan wewenangnya.
Berbeda dengan PPK, Pejabat Pengadaan atau PPHP yang ditetapkan oleh PA/KPA, ULP dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi. Secara struktur ULP minimal terdiri dari Kepala ULP, Kelompok Kerja ULP (Pokja ULP) dan Sekretariat. Fungsi pemilihan penyedia melekat pada Pokja ULP. Anggota Pokja ULP berjumlah gasal paling kurang tiga. Hal ini berguna ketika dalam memutuskan sesuatu diperlukan voting sehingga ada keputusan yang diambil.
Apa itu Pejabat Pengadaan?
Pejabat Pengadaan adalah personel yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung dan E-purchasing. Definisi ini sudah mendekati dari apa yang menjadi tugas dari pejabat pengadaan, meskipun dari namanya adalah pejabat pengadaan. Seakan-akan dia adalah seorang pejabat yang berwenang memutuskan apapun terkait pengadaan barang/jasa. Padahal tidka demikian. Secara fungsi dia mirip dengan ULP, yaitu memilih penyedia barang/jasa dan secara lebih khusus lagi adalah pada metode pengadaan langsung, penunjukan langsung dan e-purchasing.
Persyaratan ULP dan Pejabat Pengadaan
Berikut ini adalah beberapa persyaratan bagi ULP maupun pejabat pengadaan.
- memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
- memahami pekerjaan yang akan diadakan
- memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/pejabat pengadaan yang bersangkutan
- memahami isi dokumen, metode dan prosedur pengadaan
- memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan
- menandatangani pakta integritas
- Berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri atau instansi lainnya Kecuali jika terdapat keterbatasan pegawai dengan status pegawai negeri atau khusus untuk kelompok masyarakat pelaksana swakelola
- Tidak boleh merangkap sebagai: PPK, Pejabat Penandatangan SPM, Bendahara, dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) kecuali yang dibutuhkan di instansinya (APIP itu sendiri)
Secara sederhana, ULP dan pejabat pengadaan berperan dalam proses pemilihan penyedia sebagaimana dalam gambar berikut.
Dalam proses pemilihan penyedia, terdapat langkah-langkah lebih detail yang merupakan tugas dan wewenang dari ULP maupun pejabat pengadaan. Berikut ini adalah beberapa tugas dari ULP, khususnya Pokja ULP dan pejabat pengadaan.
- menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa
- menetapkan dokumen pengadaan
- mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa
- menilai kualifikasi penyedia barang/jasa
- melakukan evaluasi penawaran yang terdiri dari administrasi, teknis dan harga.
- menyampaikan hasil pemilihan penyedia barang/jasa dan salinan dokumennya kepada PPK
- memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan kepada PA/KPA
- Dapat mengusulkan perubahan HPS dan/atau spesifikasi teknis pekerjaan
- menjawab sanggahan
- menetapkan penyedia barang/jasa untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai sampai dengan 100 miliar rupiah dan untuk jasa konsultansi sampai dengan 10 miliar rupiah.
- menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa
- membuat laporan mengenai proses pengadaan kepada Kepala ULP
- menetapkan penyedia barang/jasa untuk pengadaan langsung dan penunjukan langusng pengadaan barang/konstruksi/jasa lainnya yang bernilai sampai dengan 200 juta rupiah, dan pengadaan langsung serta penunjukan langsung jasa konsultansi, dengan nilai sampai dengan 50 juta rupiah
- menyerahkan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa kepada PA/KPA
- membuat laporan mengenai proses pengadaan kepada PA/KPA
Nah selain, Pokja ULP dan pejabat pengadaan, terdapat kepala ULP yang mempunyai tugas tersendiri. Secara umum kepala ULP adalah sebagai pemimpin dan koordinator seluruh kegiatan ULP . Tetapi kepala ULP tidak ikut campur terhadap teknis pemilihan penyedia, karena itu murni tugas Pokja ULP. Kecuali Kepala ULP merangkap sebagai Pokja ULP. Secara rinci tugas kepala ULP adalah sebagai berikut.
- memimpin dan mengoordinasikan seluruh kegiatan ULP
- menyusun program kerja dan anggaran ULP
- mengawasi seluruh kegiatan PBJ di ULP dan melaporkan apabila ada penyimpangan dan/atau indikasi penyimpangan
- membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan PBJ kepada pimpinan K/L/D/I
- menugaskan/menempatkan/memindahkan anggota Pokja ULP sesuai dengan beban kerja masing-masing Pokja
- mengusulkan pemberhentian anggota Pokja kepada PA/KPA/Kepala Daerah, apabila terbukti melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Apa beda ULP dengan pejabat pengadaan?
Sebenarnya dari uraian tugas di atas, terlihat beberapa perbedaannya. Perbedaan itu antara lain:
- Pokja ULP merupakan kelompok kerja, dengan jumlah gasal minimal 3, sedangkan pejabat pengadaan adalah 1 orang
- Pokja ULP sebagai bagian dari ULP yang ditetapkan oleh Pimpinan K/L/D/I, sedangkan pejabat pengadaan ditetapkan oleh PA/KPA.
- Pokja ULP melakukan pemilihan penyedia untuk pelelangan dan penunjukan langsung untuk pengadaan di atas 200 juta rupiah, serta seleksi/penunjukan langsung untuk konsultan di atas 50 juta ruiah, sedangkan Pejabat Pengadaan melaksanakan pengadaan langsung, penunjukan langsung sampai dengan 200 juta rupiah dan melaksanakan e-purchasing.
- dan beberapa perbedaan tugas lainnya
- Dokumen Pengadaan (bidding document) masih berupa template, tidak disesuaikan dengan kebutuhan.
- Persyaratan kualifikasi yang tidak jelas atau mengarah ke penyedia tertentu. Ini bisa jadi disengaja atau karena kelalaian dengan copy paste dari tahun-tahun sebelumnya
- Kurang memahami substansi barang/jasa yang diadakan, sehingga saat rapat penjelasan kurang bisa menjawab pertanyaan calon penyedia.
- Tidak melakukan konfirmasi untuk dokumen-dokumen persyaratan tertentu ke instansi penerbit untuk memastikan keasliannya, misalnya Surat Ijin Usaha, Garansi Bank, dll
- Merekayasa evaluasi untuk memenangkan penyedia tertentu.
- Tidak menjelaskan secara detail di berita acara evaluasi penawaran alasan gugurnya calon penyedia, sehingga menjadi kurang transparan.
- Tidak melakukan kaji ulang terhadap spesifikasi teknis dan kewajaran HPS dari PPK. Ini memang bukan tugas mutlak dari Pokja ULP atau Pejabat Pengadaan, tetapi filter ini perlu untuk memastikan misalnya: spesifikasi teknis yang disusun masih ada tidak di pasaran, HPS yang disusun sudah mencerminkan harga wajar atau belum. Hal ini berkaca dari sebuah kasus mark-up pengadaan barang/jasa dimana PPK menjadi terdakwa, karena Pokja ULP tidak menreviu HPS, walhasil terkena imbasnya juga dan ikut terseret menjadi terdakwa.
- Pejabat Pengadaan, dalam melaksanakan pengadaan langsung tidak mengumpulkan minimal 2 informasi harga, dan tidak mendokumentasikan informasi harga. Hal ini membuat harga dalam pengadaan langsung kurang diyakini kewajaran harganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar