Menarik ketika bicara tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Yang terbayang adalah prosedur yang berbelit-belit serta rawan KKN. Apakah memang demikian? Jika kita bicara tentang apa yang ada di media, kita bisa meng-iya-kan. Sebenarnya banyak juga pengadaan barang/jasa yang bersih dan akuntabel tapi yang diekspose media lebih banyak yang tidak bagusnya.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah--(saya selanjutnya menyebut PBJ saja) memang bermakna ganda. Di satu sisi sebagai ujung tombak dari penyerapan APBN sekaligus mengoptimalkan kebijakan fiskal pemerintah melalui government expenditure, dan di sisi lain banyak kasus korupsi dari pelaksanaan PBJ ini. Tindakan dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberantas korupsi khususnya pada PBJ terkadang membuat takut para pelaksana PBJ dan menghambat proses PBJ, yang pada akhirnya memperlambat penyerapan anggaran dan secara ekonomi fungsi pemerintah untuk mengatur pertumbuhan ekonomi juga terhambat.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah--(saya selanjutnya menyebut PBJ saja) memang bermakna ganda. Di satu sisi sebagai ujung tombak dari penyerapan APBN sekaligus mengoptimalkan kebijakan fiskal pemerintah melalui government expenditure, dan di sisi lain banyak kasus korupsi dari pelaksanaan PBJ ini. Tindakan dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memberantas korupsi khususnya pada PBJ terkadang membuat takut para pelaksana PBJ dan menghambat proses PBJ, yang pada akhirnya memperlambat penyerapan anggaran dan secara ekonomi fungsi pemerintah untuk mengatur pertumbuhan ekonomi juga terhambat.
Nah...sebenarnya apa sih pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ) itu? Kalau di istilah swasta pengadaan lebih lazim dengan istilah "procurement". Lalu bagaimana dengan di sektor pemerintah? Nah, saya coba ambilkan definisi PBJ dari peraturan yang mengaturnya yaitu Perpres No. 54 tahun 2010 dan perubahannya, dimana perubahan terakhir adalah Perpres No. 4 Tahun 2015. Pasal 1 ayat 1 Perpres tersebut menyebutkan bahwa:
"Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah Kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa."
Dari definisi tersebut setidaknya ada empat poin penting yang bisa diambil yaitu:
- Kegiatan Memperoleh Barang/Jasa
- Dilakukan oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Insitusi selanjutnya disebut K/L/D/I
- Dimulai dari perencanaan kebutuhan
- Sampai selesainya seluruh kegiatan memperoleh barang/jasa.
Kegiatan Memperoleh Barang/Jasa
Secara sederhana, PBJ adalah kegiatan instansi pemerintah dan instansi lainnya untuk memperoleh barang/jasa, yang tentunya menggunakan APBN atau APBD. Barang/Jasa di sini bisa digolongkan menjadi 4 yaitu:
- Barang : komputer, kendaraan, ATK, alat kesehatan, mesin pertanian, pembelian paten, dll.
- Pekerjaan Konstruksi: pembangunan gedung kantor, pembangunan jalan, jembatan, reboisasi, jasa pembongkaran, konstruksi bangunan kapal/pesawat, dll
- Jasa Lainnya : Cleaning Service, Jasa Keamanan, EO, Pengiriman, pengepakan dll.
- Jasa Konsultansi: Jasa Desain Konstruksi, Jasa Penilaian, Jasa Pendampingan Hukum, dll.
Yang nomor 1 masuk dalam kategori barang, yang nomor 2 sampai 4 bisa dikategorikan sebagai jasa. Hal yang paling bisa membedakan adalah bahwa jika pengadaan barang maka lebih mengutamakan outputnya, sedangkan jika pengadaan jasa memperhatikan proses pekerjaan sampai output dari jasa itu bisa diperoleh.
Penggolongan barang/jasa ini perlu dipahami karena ada sedikit perbedaan prosedur untuk proses PBJ nantinya untuk tiap jenis kategori.
Dilakukan oleh K/L/D/I
K/L/D/I adalah istilah di pengadaan barang/jasa pemerintah, dimana K adalah Kementerian, L adalah Lembaga, D adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah dan I adalah Institusi.
K/L/D/I sendiri secara definisi adalah instansi/institusi yang menggunakan APBN dan/atau APBD. Dengan demikian, setiap pengadaan barang/jasa oleh K/L/D/I yang menggunakan dana APBN/APBD berarti termasuk dalam ruang lingkup PBJ dan secara prosedur juga mengacu pada Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya.
Contoh dari Kementerian misalnya: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian kesehatan, Kementerian Agama, dll
Contoh dari Lembaga adalah : DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, KPK, BPKP, KPU dll.
Contoh dari SKPD misalnya: Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Inspektorat Kab/kota, dll.
Contoh dari institusi misalnya: Universitas Negeri, RSUD, termasuk pula BUMN/BUMD yang menggunakan APBN/APBD untuk belanja investasi.
Dimulai dari Perencanaan Kebutuhan
Ini adalah konsep yang penting dalam PBJ. Semua diawali adanya suatu kebutuhan. Kita jika mau beli mobil saja pasti karena kita butuh kendaraan untuk bepergian dengan keluarga dan kebutuhan lainnya, atau memang butuh untuk keperlan bisnis, atau yang sejenisnya. Artinya membeli barang itu ada kejelasan tujuannya. Apalagi PBJ ini menggunakan uang negara. Dimana setiap uang negara yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan dan tentunya bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terkadang, kebutuhan dengan keinginan itu beda tipis. Kita lihat kasus pembangunan asrama olahraga "Hambalang". Bisa jadi memang kita membutuhkan pembangunan asrama tersebut, tetapi sayangnya "kebutuhan" itu ditumpangi dengan "keinginan-keinginan" dimana keinginan itu lebih besar daripada kebutuhan. Dan akhirnya sebagaimana yang kita bisa lihat bagaimana kasus Hambalang tersebut. Gagal Total dan negara dirugikan.
Jadi sangat penting untuk mengidentifikasi apakah barang/jasa tersebut suatu kebutuhan atau tidak. Jika memang suatu kebutuhan, baru dirancang lebih detail barang/jasa tersebut, berapa biaya yang dibutuhkan sampai barang/jasa tersebut bisa dipakai, bagaimana caranya, misalnya beli atau cukup sewa saja.
Sampai selesainya Seluruh Kegiatan
Kata-kata "dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai selesainya seluruh kegiatan", secara tersirat menyatakan PBJ itu adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa sampai barang/jasa tersebut benar-benar bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Terdapat proses di situ, dan dalam proses itu dibutuhkan kemampuan manajerial untuk mengelolanya dan tentu saja ada manajemen risiko dalam proses tersebut. (Semoga nanti bisa posting untuk tahapan PBJ secara tersendiri).
Sampai selesainya seluruh kegiatan mencangkup beberapa hal, antara lain:
K/L/D/I adalah istilah di pengadaan barang/jasa pemerintah, dimana K adalah Kementerian, L adalah Lembaga, D adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah dan I adalah Institusi.
K/L/D/I sendiri secara definisi adalah instansi/institusi yang menggunakan APBN dan/atau APBD. Dengan demikian, setiap pengadaan barang/jasa oleh K/L/D/I yang menggunakan dana APBN/APBD berarti termasuk dalam ruang lingkup PBJ dan secara prosedur juga mengacu pada Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya.
Contoh dari Kementerian misalnya: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian kesehatan, Kementerian Agama, dll
Contoh dari Lembaga adalah : DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, KPK, BPKP, KPU dll.
Contoh dari SKPD misalnya: Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Inspektorat Kab/kota, dll.
Contoh dari institusi misalnya: Universitas Negeri, RSUD, termasuk pula BUMN/BUMD yang menggunakan APBN/APBD untuk belanja investasi.
Dimulai dari Perencanaan Kebutuhan
Ini adalah konsep yang penting dalam PBJ. Semua diawali adanya suatu kebutuhan. Kita jika mau beli mobil saja pasti karena kita butuh kendaraan untuk bepergian dengan keluarga dan kebutuhan lainnya, atau memang butuh untuk keperlan bisnis, atau yang sejenisnya. Artinya membeli barang itu ada kejelasan tujuannya. Apalagi PBJ ini menggunakan uang negara. Dimana setiap uang negara yang dikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan dan tentunya bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terkadang, kebutuhan dengan keinginan itu beda tipis. Kita lihat kasus pembangunan asrama olahraga "Hambalang". Bisa jadi memang kita membutuhkan pembangunan asrama tersebut, tetapi sayangnya "kebutuhan" itu ditumpangi dengan "keinginan-keinginan" dimana keinginan itu lebih besar daripada kebutuhan. Dan akhirnya sebagaimana yang kita bisa lihat bagaimana kasus Hambalang tersebut. Gagal Total dan negara dirugikan.
Jadi sangat penting untuk mengidentifikasi apakah barang/jasa tersebut suatu kebutuhan atau tidak. Jika memang suatu kebutuhan, baru dirancang lebih detail barang/jasa tersebut, berapa biaya yang dibutuhkan sampai barang/jasa tersebut bisa dipakai, bagaimana caranya, misalnya beli atau cukup sewa saja.
Sampai selesainya Seluruh Kegiatan
Kata-kata "dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai selesainya seluruh kegiatan", secara tersirat menyatakan PBJ itu adalah suatu proses untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa sampai barang/jasa tersebut benar-benar bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Terdapat proses di situ, dan dalam proses itu dibutuhkan kemampuan manajerial untuk mengelolanya dan tentu saja ada manajemen risiko dalam proses tersebut. (Semoga nanti bisa posting untuk tahapan PBJ secara tersendiri).
Sampai selesainya seluruh kegiatan mencangkup beberapa hal, antara lain:
- Telah terpenuhinya hak dan kewajiban antara K/L/D/I dengan vendor atau penyedia barang/jasa. Dengan kata lain, vendor telah menyerahkan barang/jasa sesuai pesanan dan K/L/D/I telah membayar sejumlah uang untuk barang/jasa tersebut kepada vendor, atau lebih sederhananya, transaksi jual beli telah selesai. Hak dan kewajiban di sini bisa sampai meliputi jaminan garansi untuk barang atau jaminan pemeliharaan untuk konstruksi.
- Barang/jasa yang diserahkan penyedia sudah harus benar-benar bisa dimanfaatkan. Misalnya jika pengadaan komputer, maka sampai komputer itu benar-benar terpasang dan siap dipakai dan itu bisa dicantumkan dalam klausul perjanjian jual beli atau kontrak.
Dinas Kesehatan Kota Sumber Waras bermaksud mengadakan mobil ambulans. Maka yang perlu diperhatikan adalah hal-hal berikut sesuai dengan pengertian PBJ.
- Telah dipastikan bahwa Dinas Kesehatan Kota Warassumber benar-benar membutuhkan mobil ambulans tersebut.
- Kebutuhan Mobil ambulans didetailkan dari jumlahnya, spesifikasinya, dan dilakukan analisis pasar untuk menentukan biaya untuk mengadakan mobil ambulans tersebut.
- Dinas Kesehatan Kota Warassumber, menentukan vendor yang kompeten, yang bisa menyediakan mobil ambulans yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan, serta dengan harga yang paling ekonomis.
- Dinas Kesehatan Kota Warassumber dan Vendor membuat perjanjian jual beli mobil ambulans tersebut.
- Pemenuhan hak dan kewajiban penjual dan pembeli, di mana Dinas Kesehatan kota Warassumber memperoleh mobil ambulans sesuai spesifikasi, termasuk garansi dan layanan purna jual jika memang tercantum dalam klausul perjanjian jual beli, dan Vendor menerima pembayaran uang dari Dinas Kesehatan Sumber Waras.
- Mobil ambulans tersebut langsung bisa dimanfaatkan dan memang dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak mangkrak di garasi. Hal ini akan terjadi jika memang telah dipastikan bahwa mobil ambulans adalah suatu kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar